Banyak perkataan dan fatwa seputar masalah (boleh tidaknya)laki-laki bergaul dengan perempuan (dalam satu tempat). Kamidengar diantara ulama ada yang mewajibkan wanita untuk tidakkeluar dari rumah kecuali ke kuburnya, sehingga ke masjidpun mereka dimakruhkan. Sebagian lagi ada yangmengharamkannya, karena takut fitnah dan kerusakan zaman. Mereka mendasarkan pendapatnya pada perkataan Ummul Mu'mininAisyah r.a.: "Seandainya Rasulullah saw. mengetahui apa yangdiperbuat kaum wanita sepeninggal beliau, niscaya beliaumelarangnya pergi ke masjid." Kiranya sudah tidak samar bagi Ustadz bahwa wanita jugaperlu keluar rumah ketengah-tengah masyarakat untuk belajar,bekerja, dan bersama-sama di pentas kehidupan. Jika ituterjadi, sudah tentu wanita akan bergaul dengan laki-laki,yang boleh jadi merupakan teman sekolah, guru, kawan kerja,direktur perusahaan, staf, dokter dan sebagainya. Pertanyaan kami, apakah setiap pergaulan antara laki-lakidengan perempuan itu terlarang atau haram? Apakah mungkinwanita akan hidup tanpa laki-laki, terlebih pada zaman yangkehidupan sudah bercampur aduk sedemikian rupa? Apakahwanita itu harus selamanya dikurung dalam sangkar, yangmeskipun berupa sangkar emas, ia tak lebih sebuah penjara?Mengapa laki-laki diberi sesuatu (kebebasan) yang tidakdiberikan kepada wanita? Mengapa laki-laki dapatbersenang-senang dengan udara bebas, sedangkan wanitaterlarang menikmatinya? Mengapa persangkaan jelek itu selaludialamatkan kepada wanita, padahal kualitas keagamaan,pikiran, dan hati nurani wanita tidak lebih rendah daripadalaki-laki? Wanita - sebagaimana laki-laki - punya agama yangmelindunginya, akal yang mengendalikannya, dan hati nurani(an-nafs al-lawwamah) yang mengontrolnya. Wanita,sebagaimana laki-laki, juga punya gharizah atau keinginanyang mendorong pada perbuatan buruk (an-nafs al-ammarahbis-su). Wanita dan laki-laki sama-sama punya setan yang dapat menyulap kejelekan menjadi keindahan serta membujukrayu mereka. Yang menjadi pertanyaan, apakah semua peraturan yang ketatuntuk wanita itu benar-benar berasal dari hukum Islam? Kami mohon Ustadz berkenan menjelaskan masalah ini, danbagaimana seharusnya sikap kita? Dengan kata lain, bagaimanapandangan syariat terhadap masalah ini? Atau, bagaimanaketentuan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang sahih, bukan katasi Zaid dan si Amr. Semoga Allah memberi taufik kepada Ustadz untuk menjelaskankebenaran dengan mengemukakan dalil-dalilnya. JAWABAN Kesulitan kita - sebagaimana yang sering saya kemukakan -ialah bahwa dalam memandang berbagai persoalan agama,umumnya masyarakat berada dalam kondisi ifrath (berlebihan)dan tafrith (mengabaikan). Jarang sekali kita temukan sikap tawassuth (pertengahan) yang merupakan salah satu keistimewaan dan kecemerlangan manhaj Islam dan umat Islam. Sikap demikian juga sama ketika mereka memandang masalahpergaulan wanita muslimah di tengah-tengah masyarakat. Dalamhal ini, ada dua golongan masyarakat yang salingbertentangan dan menzalimi kaum wanita. Pertama, golongan yang kebarat-baratan yang menghendakiwanita muslimah mengikuti tradisi Barat yang bebas tetapimerusak nilai-nilai agama dan menjauh dari fitrah yang lurusserta jalan yang lempang. Mereka jauh dari Allah yang telahmengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya untukmenjelaskan dan menyeru manusia kepada-Nya. Mereka menghendaki wanita muslimah mengikuti tata kehidupanwanita Barat "sejengkal demi sejengkal, sehasta demisehasta" sebagaimana yang digambarkan oleh hadits Nabi,sehingga andaikata wanita-wanita Barat itu masuk ke lubangbiawak niscaya wanita muslimah pun mengikuti di belakangnya.Sekalipun lubang biawak tersebut melingkar-lingkar, sempit,dan pengap, wanita muslimah itu akan tetap merayapinya. Darisinilah lahir "solidaritas" baru yang lebih dipopulerkandengan istilah "solidaritas lubang biawak." Mereka melupakan apa yang dikeluhkan wanita Barat sekarangserta akibat buruk yang ditimbulkan oleh pergaulan bebasitu, baik terhadap wanita maupun laki-laki, keluarga, danmasyarakat. Mereka sumbat telinga mereka darikritikan-kritikan orang yang menentangnya yang datang silihberganti dari seluruh penjuru dunia, termasuk dari Baratsendiri. Mereka tutup telinga mereka dari fatwa para ulama,pengarang, kaum intelektual, dan para muslihin yangmengkhawatirkan kerusakan yang ditimbulkan peradaban Barat,terutama jika semua ikatan dalan pergaulan antara laki-lakidan perempuan benar-benar terlepas. Mereka lupa bahwa tiap-tiap umat memiliki kepribadiansendiri yang dibentuk oleh aqidah dan pandangannya terhadapalam semesta, kehidupan, tuhan, nilai-nilai agama, warisanbudaya, dan tradisi. Tidak boleh suatu masyarakat melampauitatanan suatu masyarakat lain. Kedua, golongan yang mengharuskan kaum wanita mengikutitradisi dan kebudayaan lain, yaitu tradisi Timur, bukantradisi Barat. Walaupun dalam banyak hal mereka telahdicelup oleh pengetahuan agama, tradisi mereka tampak lebihkokoh daripada agamanya. Termasuk dalam hal wanita, merekamemandang rendah dan sering berburuk sangka kepada wanita. Bagaimanapun, pandangan-pandangan diatas bertentangan denganpemikiran-pemikiran lain yang mengacu pada Al-Qur'anul Karimdan petunjuk Nabi saw. serta sikap dan pandangan parasahabat yang merupakan generasi muslim terbaik. Ingin saya katakan disini bahwa istilah ikhtilath(percampuran) dalam lapangan pergaulan antara laki-lakidengan perempuan merupakan istilah asing yang dimasukkandalam "Kamus Islam." Istilah ini tidak dikenal dalamperadaban kita selama berabad-abad yang silam, dan barudikenal pada zaman sekarang ini saja. Tampaknya inimerupakan terjemahan dari kata asing yang punya konotasitidak menyenangkan terhadap perasaan umat Islam. Barangkalilebih baik bila digunakan istilah liqa' (perjumpaan),muqabalah (pertemuan), atau musyarakrah (persekutuan)laki-laki dengan perempuan. Tetapi bagaimanapun juga, Islam tidak menetapkan hukumsecara umum mengenai masalah ini. Islam justrumemperhatikannya dengan melihat tujuan atau kemaslahatanyang hendak diwujudkannya, atau bahaya yangdikhawatirkannya, gambarannya, dan syarat-syarat yang harusdipenuhinya, atau lainnya. Sebaik-baik petunjuk dalam masalah ini ialah petunjuk NabiMuhammad saw., petunjuk khalifah-khalifahnya yang lurus, dansahabat-sahabatnya yang terpimpin. Orang yang mau memperhatikan petunjuk ini, niscaya ia akantahu bahwa kaum wanita tidak pernah dipenjara atau diisolasiseperti yang terjadi pada zaman kemunduran umat Islam. Pada zaman Rasulullah saw., kaum wanita biasa menghadirishalat berjamaah dan shalat Jum'at. Beliau saw. menganjurkanwanita untuk mengambil tempat khusus di shaf (baris)belakang sesudah shaf laki-laki. Bahkan, shaf yang palingutama bagi wanita adalah shaf yang paling belakang. Mengapa?Karena, dengan paling belakang, mereka lebih terpeliharadari kemungkinan melihat aurat laki-laki. Perlu diketahuibahwa pada zaman itu kebanyakan kaum laki-laki belummengenal celana. Pada zaman Rasulullah saw. (jarak tempat shalat) antaralaki-laki dengan perempuan tidak dibatasi dengan tabir samasekali, baik yang berupa dinding, kayu, kain, maupunlainnya. Pada mulanya kaum laki-laki dan wanita masuk kemasjid lewat pintu mana saja yang mereka sukai, tetapikarena suatu saat mereka berdesakan, baik ketika masukmaupun keluar, maka Nabi saw. bersabda: "Alangkah baiknya kalau kamu jadikan pintu ini untuk wanita" Dari sinilah mula-mula diberlakukannya pintu khusus untukwanita, dan sampai sekarang pintu itu terkenal denganistilah "pintu wanita."Kaum wanita pada zaman Nabi saw. juga biasa menghadirishalat Jum'at, sehingga salah seorang diantara mereka adayang hafal surat "Qaf." Hal ini karena seringnya merekamendengar dari lisan Rasulullah saw. ketika berkhutbahJum'at. Kaum wanita juga biasa menghadiri shalat Idain (Hari RayaIdul Fitri dan Idul Adha). Mereka biasa menghadiri hari rayaIslam yang besar ini bersama orang dewasa dan anak-anak,laki-laki dan perempuan, di tanah lapang dengan bertahlildan bertakbir. Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Athiyah, katanya: "Kami diperintahkan keluar (untuk menunaikan shalat danmendengarkan khutbah) pada dua hari raya, demikian pulawanita-wanita pingitan dan para gadis." Dan menurut satu riwayat Ummu Athiyah berkata: "Rasulullah saw. menyuruh kami mengajak keluar kaum wanitapada hari raya Fitri dan Adha, yaitu wanita-wanita muda,wanita-wanita yang sedang haid, dan gadis-gadis pingitan.Adapun wanita-wanita yang sedang haid, mereka tidakmengerjakan shalat, melainkan mendengarkan nasihat dandakwah bagi umat Islam (khutbah, dan sebagainya). Aku (UmmuAthiyah) bertanya, 'Ya Rasulullah salah seorang diantarakami tidak mempunyai jilbab.' Beliau menjawab, 'Hendaklahtemannya meminjamkan jilbab yang dimilikinya.'"1 Ini adalah sunnah yang telah dimatikan umat Islam di semuanegara Islam, kecuali yang belakangan digerakkan olehpemuda-pemuda Shahwah Islamiyyah (Kebangkitan Islam). Merekamenghidupkan sebagian sunnah-sunnah Nabi saw. yang telahdimatikan orang, seperti sunnah i'tikaf pada sepuluh hariterakhir bulan Ramadhan dan sunnah kehadiran kaum wanitapada shalat Id. Kaum wanita juga menghadiri pengajian-pengajian untukmendapatkan ilmu bersama kaum laki-laki di sisi Nabi saw.Mereka biasa menanyakan beberapa persoalan agama yangumumnya malu ditanyakan oleh kaum wanita. Aisyah r.a. pernahmemuji wanita-wanita Anshar yang tidak dihalangi oleh rasamalu untuk memahami agamanya, seperti menanyakan masalahjinabat, mimpi mengeluarkan sperma, mandi junub, haid,istihadhah, dan sebagainya. Tidak hanya sampai disitu hasrat mereka untuk menyaingi kaumlaki-laki dalam menimba-ilmu dari Rasululah saw. Mereka jugameminta kepada Rasulullah saw. agar menyediakan haritertentu untuk mereka, tanpa disertai kaum laki-laki. Halini mereka nyatakan terus terang kepada Rasulullah saw.,"Wahai Rasulullah, kami dikalahkan kaum laki-laki untukbertemu denganmu, karena itu sediakanlah untuk kami haritertentu untuk bertemu denganmu." Lalu Rasulullah saw.menyediakan untuk mereka suatu hari tertentu guna bertemudengan mereka, mengajar mereka, dan menyampaikanperintah-perintah kepada mereka.2 Lebih dari itu kaum wanita juga turut serta dalam perjuanganbersenjata untuk membantu tentara dan para mujahid, sesuaidengan kemampuan mereka dan apa yang baik mereka kerjakan,seperti merawat yang sakit dan terluka, disamping memberikanpelayanan-pelayanan lain seperti memasak dan menyediakan airminum. Diriwayatkan dari Ummu Athiyah, ia berkata: "Saya turut berperang bersama Rasulullah saw. sebanyak tujuhkali, saya tinggal di tenda-tenda mereka, membuatkan merekamakanan, mengobati yang terluka, dan merawat yang sakit."3 Imam Muslim juga meriwayatkan dari Anas: "Bahwa Aisyah dan Ummu Sulaim pada waktu perang Uhud sangatcekatan membawa qirbah (tempat air) di punggungnya kemudianmenuangkannya ke mulut orang-orang, lalu mengisinya lagi."4 Aisyah r.a. yang waktu itu sedang berusia belasan tahunmenepis anggapan orang-orang yang mengatakan bahwakeikutsertaan kaum wanita dalam perang itu terbatas bagimereka yang telah lanjut usia. Anggapan ini tidak dapatditerima, dan apa yang dapat diperbuat wanita-wanita yangtelah berusia lanjut dalam situasi dan kondisi yang menuntutkemampuan fisik dan psikis sekaligus? Imam Ahmad meriwayatkan bahwa enam orang wanita mukmin turutserta dengan pasukan yang mengepung Khaibar. Mereka memungutanak-anak panah, mengadoni tepung, mengobati yang sakit,mengepang rambut, turut berperang di jalan Allah, dan Nabisaw memberi mereka bagian dari rampasan perang. Bahkan terdapat riwayat yang sahih yang menceritakan bahwasebagian istri para sahabat ada yang turut serta dalampeperangan Islam dengan memanggul senjata, ketika adakesempatan bagi mereka. Sudah dikenal bagaimana yangdilakukan Ummu Ammarah Nusaibah binti Ka'ab dalam perangUhud, sehingga Nabi saw. bersabda mengenai dia, "Sungguhkedudukannya lebih baik daripada si Fulan dan si Fulan." Demikian pula Ummu Sulaim menghunus badik pada waktu perangHunain untuk menusuk perut musuh yang mendekat kepadanya. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas, anaknya (anak UmmuSulaim) bahwa Ummu Sulaim menghunus badik pada waktu perangHunain, maka Anas menyertainya. Kemudian suami Ummu SulaimAbu Thalhah, melihatnya lantas berkata, "Wahai Rasulullah,ini Ummu Sulaim membawa badik." Lalu Rasululah saw. bertanyakepada Ummu Sulaim, "Untuk apa badik ini? Ia menjawab, "Sayamengambilnya, apabila ada salah seorang musyrik mendekatisaya akan saya tusuk perutnya dengan badik ini." KemudianRasulullah saw. tertawa.5 Imam Bukhari telah membuat bab tersendiri didalam Shahih-nyamengenai peperangan yang dilakukan kaum wanita. Ambisi kaum wanita muslimah pada zaman Nabi saw. untuk turutperang tidak hanya peperangan dengan negara-negara tetanggaatau yang berdekatan dengan negeri Arab seperti Khaibar danHunain saja tetapi mereka juga ikut melintasi lautan danikut menaklukkan daerah-daerah yang jauh guna menyampaikanrisalah Islam. Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Anas bahwapada suatu hari Rasulullah saw. tidur siang di sisi UmmuHaram binti Mulhan - bibi Anas - kemudian beliau bangunseraya tertawa. Lalu Ummu Haram bertanya, "Mengapa engkautertawa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Ada beberapaorang dari umatku yang diperlihatkan kepadaku berperang fisabilillah. Mereka menyeberangi lautan seperti raja-rajanaik kendaraan." Ummu Haram berkata, "Wahai Rasulullah,doakanlah kepada Allah agar Dia menjadikan saya termasukdiantara mereka." Lalu Rasulullah saw. mendoakannya.6 Dikisahkan bahwa Ummu Haram ikut menyeberangi lautan padazaman Utsman bersama suaminya Ubadah bin Shamit ke Qibris.Kemudian ia jatuh dari kendaraannya (setelah menyeberang)disana, lalu meninggal dan dikubur di negeri tersebut,sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli sejarah.7 Dalam kehidupan bermasyarakat kaum wanita juga turut sertaberdakwah: menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dariperbuatan munkar, sebagaimana firman Allah: "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuansebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yanglain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegahdari yang munkar..." (at-Taubah: 71 ) Diantara peristiwa yang terkenal ialah kisah salah seorangwanita muslimah pada zaman khalifah Umar bin Khattab yangmendebat beliau di sebuah masjid. Wanita tersebut menyanggahpendapat Umar mengenai masalah mahar (mas kawin), kemudianUmar secara terang-terangan membenarkan pendapatnya, serayaberkata, "Benar wanita itu, dan Umar keliru." Kisah inidisebutkan oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan suratan-Nisa', dan beliau berkata, "Isnadnya bagus." Pada masapemerintahannya, Umar juga telah mengangkat asy-Syifa bintiAbdullah al-Adawiyah sebagai pengawas pasar. Orang yang mau merenungkan Al-Qur'an dan hadits tentangwanita dalam berbagai masa dan pada zaman kehidupan pararasul atau nabi, niscaya ia tidak merasa perlu mengadakantabir pembatas yang dipasang oleh sebagian orang antaralaki-laki dengan perempuan. Kita dapati Musa - ketika masih muda dan gagah perkasa -bercakap-cakap dengan dua orang gadis putri seorang syekhyang telah tua (Nabi Syusaib; ed.). Musa bertanya kepadamereka dan mereka pun menjawabnya dengan tanpa merasaberdosa atau bersalah, dan dia membantu keduanya dengansikap sopan dan menjaga diri. Setelah Musa membantunya,salah seorang di antara gadis tersebut datang kepada Musasebagai utusan ayahnya untuk memanggil Musa agar menemuiayahnya. Kemudian salah seorang dari kedua gadis itumengajukan usul kepada ayahnya agar Musa dijadikanpembantunya, karena dia seorang yang kuat dan dapatdipercaya. Marilah kita baca kisah ini dalam Al-Qur'an: "Dan tatkala ia (Musa) sampai di sumber air negeri Madyan iamenjumpai disana sekumpulan orang yang sedang meminumi(ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu,dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musaberkata, 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu.?)' Keduawanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumi (ternakkami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan(ternaknya), sedangkan bapak kami adalah orang tua yangtelah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak ituuntuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempatyang teduh lalu berdoa, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangatmemerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari keduawanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata, 'Sesungguhnyabapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap(kebaikan)-mu memberi minum (ternak)kami.' Maka tatkala Musamendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanyacerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata, 'Janganlah kamutakut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu.'Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, 'Ya bapakku,ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karenasesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untukbekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapatdipercaya.'" (al-Qashash: 23-26) Mengenai Maryam, kita jumpai Zakaria masuk ke mihrabnya danmenanyakan kepadanya tentang rezeki yang ada di sisinya: "... Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, iadapati makanan di sisinya. Zakaria berkata, 'Hai Maryam,dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?' Maryam menjawab,'Makanan itu dari sisi Allah.' Sesungguhnya Allah memberirezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab."(AliImran: 37) Lihat pula tentang Ratu Saba, yang mengajak kaumnyabermusyawarah mengenai masalah Nabi Sulaiman: "Berkata dia (Bilqis), 'Hai para pembesar, berilah akupertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernahmemutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalammajlis-(ku).' Mereka menjawab, 'Kita adalah orang-orang yangmemilih kekuatan dan (juga) memilih keberanian yang sangat(dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; makapertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.' Diaberkata, 'Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatunegeri, niscaya mereka membinasakannya dan menjadikanpenduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yangakan mereka perbuat." (an-Naml 32-34) Berikut ini percakapan antara Bilqis dan Sulaiman: "Dan ketika Bilqis datang, ditanyakantah kepadanya, 'Serupainikah singgasanamu?' Dia menjawab, 'Seakan akansinggasanamu ini singgasanaku, kami telah diberi pengetahuansebelumnya dan kamõ adalah orang-orang yang berserah diri.'Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah,mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya), karenasesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir.Dikatakan kepadanya, 'Masuk1ah ke dalam istana.' Makatatka1a ia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam airyang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. BerkatalahSulaiman, 'Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat darikaca. 'Berkata1ah Bilqis, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya akutelah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diribersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semestaalam.'"(an-Naml: 42-44) Kita tidak boleh mengatakan "bahwa syariat (dalam kisah diatas) adalah syariat yang hanya berlaku pada zaman sebelumkita (Islam) sehingga kita tidak perlu mengikutinya."Bagaimanapun, kisah-kisah yang disebutkan dalam Al-Qur'antersebut dapat dijadikan petunjuk, peringatan, dan pelajaranbagi orang-orang berpikiran sehat. Karena itu, perkataanyang benar mengenai masalah ini ialah "bahwa syariat orangsebelum kita yang tercantum dalam Al-Qur' an dan As-Sunnahadalah menjadi syariat bagi kita, selama syariat kita tidakmenghapusnya." Allah telah berfirman kepada Rasul-Nya: "Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk olehAllah, maka ikutilah petunjuk mereka ..." (al-An'am: 90) Sesungguhnya menahan wanita dalam rumah dan membiarkannyaterkurung didalamnya dan tidak memperbolehkannya keluar darirumah oleh Al-Qur'an - pada salah satu tahap diantaratahapan-tahapan pembentukan hukum sebelum turunnya nash yangmenetapkan bentuk hukuman pezina sebagaimana yang terkenalitu - ditentukan bagi wanita muslimah yang melakukanperzinaan. Hukuman ini dianggap sebagai hukuman yang sangatberat. Mengenai masalah ini Allah berfirman: "Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yangmenyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberipersaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalamrumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai memberijalan lain kepadanya." (an-Nisa': 15 ) Setelah itu Allah memberikan jalan bagi mereka ketika Diamensyariatkan hukum had, yaitu hukuman tertentu dalam syara'sebagai hak Allah Ta'ala. Hukuman tersebut berupa hukumandera (seratus kali) bagi ghairu muhshan (laki-laki atauwanita belum kawin) menurut nash Al-Qur'an, dan hukum rajambagi yang mahshan (laki-laki atau wanita yang sudah kawin)sebagaimana disebutkan dalam As-Sunnah. Jadi, bagaimana mungkin logika Al-Qur'an dan Islam akanmenganggap sebagai tindakan lurus dan tepat jika wanitamuslimah yang taat dan sopan itu harus dikurung dalam rumahselamanya? Jika kita melakukan hal itu, kita seakan-akanmenjatuhkan hukuman kepadanya selama-lamanya, padahal diatidak berbuat dosa. KESIMPULAN Dari penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwapertemuan antara laki-laki dengan perempuan tidak haram,melainkan jaiz (boleh). Bahkan, hal itu kadang-kadangdituntut apabila bertujuan untuk kebaikan, seperti dalamurusan ilmu yang bermanfaat, amal saleh, kebajikan,perjuangan, atau lain-lain yang memerlukan banyak tenaga,baik dari laki-laki maupun perempuan. Namun, kebolehan itu tidak berarti bahwa batas-batasdiantara keduanya menjadi lebur dan ikatan-ikatan syar'iyahyang baku dilupakan. Kita tidak perlu menganggap diri kitasebagai malaikat yang suci yang dikhawatirkan melakukanpelanggaran, dan kita pun tidak perlu memindahkan budayaBarat kepada kita. Yang harus kita lakukan ialah bekerjasama dalam kebaikan serta tolong-menolong dalam kebajikandan takwa, dalam batas-batas hukum yang telah ditetapkanoleh Islam. Batas-batas hukum tersebut antara lain: 1. Menahan pandangan dari kedua belah pihak. Artinya, tidak boleh melihat aurat, tidak boleh memandang dengan syahwat, tidak berlama-lama memandang tanpa ada keperluan. Allah berfirman: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya ..."(an-Nur: 30-31) 2. Pihak wanita harus mengenakan pakaian yang sopan yang dituntunkan syara', yang menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan. Jangan yang tipis dan jangan dengan potongan yang menampakkan bentuk tubuh. Allah berfirman: "... dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya ..." (an-Nur: 31 ) Diriwayatkan dari beberapa sahabat bahwa perhiasan yang biasa tampak ialah muka dan tangan. Allah berfirman mengenai sebab diperintahkan-Nya berlaku sopan: "... Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu ..." (al-Ahzab: 59) Dengan pakaian tersebut, dapat dibedakan antara wanita yang baik-baik dengan wanita nakal. Terhadap wanita yang baik-baik, tidak ada laki-laki yang suka mengganggunya, sebab pakaian dan kesopanannya mengharuskan setiap orang yang melihatnya untuk menghormatinya. 3. Mematuhi adab-adab wanita muslimah dalam segala hal, terutama dalam pergaulannya dengan laki-laki: a. Dalam perkataan, harus menghindari perkataan yang merayu dan membangkitkan rangsangan. Allah berfirman: "... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik." (al-Ahzab: 32) b. Dalam berjalan, jangan memancing pandangan orang. Firman Allah: "... Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan..." (an-Nur: 31) Hendaklah mencontoh wanita yang diidentifikasikan oleh Allah dengan firman-Nya: "Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan ..." (al-Qashash: 25) c. Dalam gerak, jangan berjingkrak atau berlenggak-lenggok, seperti yang disebut dalam hadits: "(Yaitu) wanita-wanita yang menyimpang dari ketaatan dan menjadikan hati laki-laki cenderung kepada kerusakan (kemaksiatan).8 HR Ahmad dan Muslim) Jangan sampai ber-tabarruj (menampakkan aurat) sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita jahiliah tempo dulu atau pun jahiliah modern 4. Menjauhkan diri dari bau-bauan yang harum dan warna-warna perhiasan yang seharusnya dipakai di rumah, bukan di jalan dan di dalam pertemuan-pertemuan dengan kaum laki-laki. 5. Jangan berduaan (laki-laki dengan perempuan) tanpa disertai mahram. Banyak hadits sahih yang melarang hal ini seraya mengatakan, 'Karena yang ketiga adalah setan.' Jangan berduaan sekalipun dengan kerabat suami atau istri. Sehubungan dengan ini, terdapat hadits yang berbunyi: "Jangan kamu masuk ke tempat wanita." Mereka (sahabat) bertanya, "Bagaimana dengan ipar wanita." Beliau menjawab, "Ipar wanita itu membahayakan." (HR Bukhari) Maksudnya, berduaan dengan kerabat suami atau istri dapat menyebabkan kebinasaan, karena bisa jadi mereka duduk berlama-lama hingga menimbulkan fitnah. 6. Pertemuan itu sebatas keperluan yang dikehendaki untuk bekerja sama, tidak berlebih-lebihan yang dapat mengeluarkan wanita dari naluri kewanitaannya, menimbulkan fitnah, atau melalaikannya dari kewajiban sucinya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak. Catatan kaki: 1 Shahih Muslim, "Kitab Shalatul Idain," hadits nomor 823.2 Hadits riwayat Bukhari dalam Shahih-nya, "Kitab al-Ilm."3 Shahih Muslim, hadits nomor 1812.4 Shahih Muslim, nomor 1811.5 Shahih Muslim, nomor 1809.6 Shahih Muslim, hadits nomor 1912.7 Lihat Shahih Muslim pada nomor-nomor setelah hadits di atas. (penj.).8 Mumiilat dan Maailaat mengandung empat macam pengertian. Pertama, menyimpang dari menaati Allah dan tidak mau memenuhi kewajiban-kewajibannya seperti menjaga kehormatan dan sebagainya, dan mengajari wanita lain supaya berbuat seperti ite. Kedua, berjalan dengan sombong dan melenggak- lenggokkan pundaknya (tubuhnya). Ketiga, maailaat, menyisir rambutnya sedemikian rupa dengan gaya pelacur. Mumiilaat: menyisir wanita lain seperti sisirannya. Keempat, cenderung kepada laki-laki dan berusaha menariknya dengan menampakkan perhiasannya dan sebagainya (Syarah Muslim, 17: 191 penj.).